Wednesday 5 April 2017

Segala Bentuk Thaharah dalam Islam



Sebagai agama yang menjaga kesucian lahiriah maupun batiniah, Islam telah mengatur segala hal-hal yang berkaitan dengan masalah tersebut. Dalam Islam, istilah menyucikan lahiriah ini dikenal dengan istilah thaharah. Thaharah adalah kegiatan bersuci yang harus dilakukan oleh setiap umat Islam, saat melakukan hal-hal tertentu. Seperti halnya melaksanakan shalat dan tawaf.

Thaharah merupakan pembahasan yang sangat penting untuk dikaji. Karena thaharah merupakan sesuatu yang harus dilakukan oleh seseorang, saat akan melakukan hal-hal tertentu. Oleh karena itulah, dalam makalah ini akan dibahas hal-hal yang berkaitan dengan thal-hal  tersebut.

Untuk menambah pemahaman kita tentang masalah thaharah, maka kami selaku pemakalah akan menguraikan hal-hal yang berikut ini, yaitu:

a.       Pengertian thaharah
b.       Dalil-dalil tentang thaharah
c.       Pengertian najis
d.      Pembagian najis
e.       Bentuk-bentuk najis
f.       Tata cara bersuci dari najis
g.      Pengertian hadas
h.      Macam-macam hadas
i.        Sebab-sebab orang berhadas
j.        Hal-hal yang dilarang bagi orang yang berhadas
k.      Cara bersuci dari hadas


A. Pengertian Thaharah

Kata thaharah bersal dari bahasa Arab اَلطَهَارُ  yang secara bahasa artinya  kebersihan atau bersuci. Thaharah menurut syari’at Islam ialah suatu kegiatan bersuci dari hadas maupun najis sehingga seorang diperbolehkan untuk mengerjakan suatu ibadah yang dituntut harus dalam keadaan suci seperti shalat.

Kegiatan bersuci dari najis meliputi bersuci pakaian dan tempat.[1] Sedangkan bersuci dari hadas dapat dilakukan dengan cara berwudhu, mandi dan tayammum serta mandi.

B. Dalil-dalil Thaharah

اِنَ اللهَ يُحِبُ التَوَابِيْنَ وَيُحِبُ اْلمُتَطَهِرِيْنَ

Artinya:
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyucikan diri.”    (QS. Al-Baqarah: 222)


لَايُقْبَلُ اللهِ الصَلَاةَ بِغَيْرِ طَهُوْرُ

Artinya:
“Allah tidak akan menerima shalat yang tidak dengan bersuci.” (HR. Muslim)

Sebagaiman telah dijelaskan sebelumnya bahwa, thaharah merupakan kegiatan bersuci dari  najis maupun hadas.untuk mengetahui mana yang dimaksud dengan najis dan mana yang dimaksud dengan hadas.  Maka dari itu, di bawah ini akan dibahas mengenai najis dan hadas.

C. Alat-alat Untuk Bersuci

1. Air, dasar penggunaan air untuk bersuci  dari najis adalah pernyataan Rasulullah berikut ini:


اَلْمَاءُ لَا يُنَجِسُهُ شَيْءٌ اِلَا مَا غَلِبَ عَلَى طَعْمِهِ اَوْ لَوْنِهِ اَوْرِيْحِهِ

Artinya:
“Air itu tidaklah menyebabkan najisnya sesuatu, kecuali jik berubah rasanya, warnanya atau baunya.”(HR. Ibn Majjah dan Baihaqi)[2]

Dalam kajian ilmu fikih, dikenal tiga macam air, yaitu sebagai berikut;

a. Air Mutlak

Air mutlak ialah air yang suci dan dapat digunakan untuk bersuci serta untuk mencuci.  Seperti untuk berwudhu, mandi, dan membersihkan najis.

Contoh airnya adalah seperti air hujan, air salju atau es atau embun, air laut dan begitu juga dengan air zamzam.

·         Air hujan
Sebagaimana firman Allah:

وَيُنَزِلُ عَلَيْكُمْ مِنَ اْلسَمَاءِ مَاءً لِيُطَهِرُكُمْ بِهِ

Artinya:
“Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengannya.” (QS. Al-Anfal:11)

·         Air laut, sebagaimana 
Sebagaimana sabda Rasulullah:

هُوَ اْلطَهُوْرُ مَاؤُهُ اْلحِلُ مَيْتَتُهُ

Artinya:
“Laut itu airnya suci, bangkainya pun halal.”( HR.al-Khamsah)

·         Air zamzam

Hadis yang diriwayatkan oleh Ali r.a:

اَنَ رَسُوْلَ اْللهِ ص. م. دَعَا بِسِجْلللٍ مِنْ مَاءلٍ زَمْزَمَ فَشَرِبَ مِنْهُ فَنَتَوَضَاءْ

Artinya:
“Bahwasanya Rasulullah saw meminta  dimbilkan satu ember zamzam, kemudian beliau minum dan berwudhu dengan air zamzam tersebut.”(HR.Ahmad)

b.      Air musta’mal

Air musta’mal ini adalah air sisa yang mengenai badan manusia  karena telah digunakan untuk wudhu atau mandi. Air musta’mal disini maksudnya bukanlah air yang sengaja ditampung dari bekas mandi atau wudhu. Tetapi adalah percikan air wudhu atau air mandian yang bercampur dengan air dalam bejana atau bak.

Dalam berbagai ungkapan hadis, air musta’mal tidaklah najis, sehingga penggnaannya adalah sah.
Seperti hadis riwayat Maimunah berikut ini:

كُنْتُ اَغْتَسِلُ اَنَا وَ رَسُوْلَ اللهِ مِنْ اِنَاءٍ وَاحِدٍ مِنَ اْلجَنَابَةِ

Artinya:
“Kami mandi jinabah bersama Rasulullah saw dari satu tmpat air yag sama.”   (HR. Tarmidzi)

c.       Air yang tercampur dengan benda suci atau bukan najis

Air yang bercampur dengan benda suci statusnya akan tetap suci selama kemutlakannya terjaga, yaitu tidak berubah bau, warna, atau rasanya. Misalnya ketika air itu bercampur dengan daun bidara, ai sabun, air kapur dan juga seperti lebah, semut dan lain-lain.

2.      Debu yang suci

Ketika  seseorang ingin bersuci (dalam artian bersuci dari hadas), dan dia tidak menemukan air untuk itu, maka di berikan kemudahan untuk masalah itu. Yaitu dengan bersuci dengan debu, yang disebut dengan istilah bertayammum.

3.      Benda-benda yang dapat menyerap kotoran, seperti batu, tisu, kayu dan semacamnya. Dalam hal ini, dikhususkan untuk menghilangkan najis, seperti untuk beristinja’.

=====================================================================

1 comment:

  1. Thanks for sharing such an informative post i love it.

    ReplyDelete

Kasih Komentarnya Kawan :)